Rabu, 14 Oktober 2015

DUALISME KAUM INTELEKTUAL DENGAN USTADZ

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM....


Pendidikan menjadi salah satu modal penting bagi setiap orang untuk meningkatkan intelektual. Definisi intelektual berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cerdas, berakal dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan (yang mempunyai kecerdasan tinggi). Namun, untuk meningkatkan intelektual tidak bisa terjadi seketika dengan membalikkan telapak tangan, melainkan perjuangan dan pengorbanan yang besar. 


Intelektualitas tidak lahir dengan usaha kecil, melainkan dengan kesungguhan dan komitmen untuk selalu belajar dengan cara study smart not study hard. Setiap orang mempunyai cara masing-masing untuk meningkatkan kecerdasan. Seperti dalam kutipan diatas, kita dituntut belajar cerdas bukan belajar keras. Artinya bagaimana dalam belajar kita dapat memahami ilmu dan dapat mengambil pesan moral yang dijadikan sebagai tujuan pembelajaran untuk menjadi orang yang intelektual..  


Dewasa ini, sangat banyak para intelektual yang menguasai berbagai 
macam ilmu pengetahuan. Tetapi penulis, melihat dan melakukan penelitian sederhana bahwa sebagian besar para intelektualitas hanya menguasai di bidang pengetahuan umum saja sedangkan pengetahuan di bidang kegamaan bisa dikatakan sangat minim sekali. Ilmu keagaamaan dan ilmu pengetahuan adalah disiplin ilmu yang tidak bisa dipisahkan. Dalam agama islam tidak dikenal adanya sekularisme, justru dalam islam urusan ilmu pengetahuan harus didasarkan kepada agama. Seperti pemaparan dari Bapak Dr. Muhammad Syafi'i Antonio dalam seminarnya " Pejabat memimpin bangsa tidak membawa Rasululloh, dalam transaksi jual beli Rasululloh tidak dibawa juga dan dalam pasar modal syariah Rasululloh tidak dibawa juga. Artinya Rasululloh (Utusan Allah) dan nilai islam hanya ditinggalkan di mesjid saja, Hal inilah yang mendasari banyak terjadi penipuan, spekulasi dan korupsi.



Sedangkan, para Uztadz adalah orang yang memiliki kesungguhan dalam menjalankan syariat Islam. Salah satu kebanggaan hakiki yang dirasakan para Ustadz adalah mendapatkan hidayah untuk menjalankan syariat Islam. Tetapi yang sangat disayangkan sedikit sekali orang yang paham Agama menjadi pakar ilmu pengetahuan umum dan Orang yang hapal Alquran menjabat sebagai pemimpin. Ini adalah tantangan besar untuk pemuda-pemuda Islam (Mujahid) untuk menjadi orang yang memiliki kapabilitas dibidang keagamaan dan ilmu pengetahuan.




Dari pemaparan diatas menjelaskan bahwa adanya keterbatasan antara kaum intelektual dan tokoh agama. Hal tersebut yang penulis maksud bahwa adanya dualisme yang harus diperbaiki dengan berbagai keterbatasan yang perlahan-lahan kita transformasi nilai. Tokoh-tokoh islam seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah, dan Imam Ghazali tidak hanya cerdas di bidang keagamaan dan fiqh saja (fiqh-oriented) melainkan cerdas di bidang ekonomi, keuangan dan pembangunan. Penulis berharap agar kita belajar dari tokoh-tokoh islam tersebut. Semoga tulisan sederhana ini mampu menjadi inspirasi bagi kalangan masyarakat, khususnya generasi muda yang sedang menempuh pendidikan. Teruntuk kepada kita semua agar lebih memiliki kesungguhan dalam belajar agar kita mampu menjadi Orang yang cerdas di bidang Keagamaan dan cerdas di bidang ilmu pengetahuan. Mari kita berdoa karena Islam akan kembali masa Kejayaannya.


BISMILLAH CERDASKU AGAMAKU DAN CERDASKU ILMU PENGETAHUANKU...

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar