PRODUKSI DALAM BINGKAI BAROKAH
Seiring perkembangan
zaman masih terdapat anggapan bahwa Islam berkedudukan sebagai penghambat
proses kemajuan. Paradigma tersebut lahir dari pemikir barat[1],
namun hal ini tidak menjadi acuan bagi para intelektual muslim untuk
meyakininya. Islam adalah agama yang sangat komprehensif dan universal[2],
artinya Islam sebagai sistem yang mencakup seluruh aspek kehidupan (baik ibadah
dan muamalah) dan berlaku untuk seluruh umat.
Dalam kerangka
muamalah lebih berfokus dengan kondisi sosial yang mana setiap kegiatan
dihadapkan dengan tata cara berhubungan dengan manusia lain, terkhusus pada
tulisan ini dalam melakukan kegiatan ekonomi di bidang produksi. Seorang Ahli
bernama Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia memperbaiki, tidak hanya kondisi fisik materilnya, tetapi juga moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam Islam, yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
Produksi juga penyatuan alam dan manusia untuk mendapatkan output yang memiliki nilai tambah (Value Added). Idealnya, produksi yang dilakukan manusia dengan melibatkan alam harus menjadi concern untuk tetap ramah terhadap lingkungan (Environmental Friendly) Hal ini sejalan dengan konsep Triple Bottom Line yang mengukur kesuksesan korporasi ysng berfokus kepada 3P (Profit, Planet, People)
Produksi juga penyatuan alam dan manusia untuk mendapatkan output yang memiliki nilai tambah (Value Added). Idealnya, produksi yang dilakukan manusia dengan melibatkan alam harus menjadi concern untuk tetap ramah terhadap lingkungan (Environmental Friendly) Hal ini sejalan dengan konsep Triple Bottom Line yang mengukur kesuksesan korporasi ysng berfokus kepada 3P (Profit, Planet, People)
1. Profit
Keuntungan (Profit)
adalah salah satu hal terpenting yang harus dicapai sebuah korporasi dalam
memaksimalkan produktivitasnya. Dialog Seorang pengusaha dalam Seminarnya
mengatakan "keuntungan bukan segala-galanya, tapi tanpa keuntungan
perusahaan tidak bisa berkembang". Kutipan tersebut begitu ringkas
menjelaskan keuntungan itu penting tetapi ada variabel lain yang harus
diperhatikan demi menunjang korporasi tersebut mampu bersaing jangka panjang (suistainable).
2. Planet (Environmental)
Planet menjadi salah satu ukuran (measurement) kesejahteraan korporasi bagaimana memperlakukan alam dengan berbagai kegiatan produksinya. Jikalau dibandingkan di Negara Maju, korporasi yang merusak lingkungan akibat produksi tidak akan diperbolehkan untuk beroperasi karena berakibat fatal terhadap lingkungan.
2. Planet (Environmental)
Planet menjadi salah satu ukuran (measurement) kesejahteraan korporasi bagaimana memperlakukan alam dengan berbagai kegiatan produksinya. Jikalau dibandingkan di Negara Maju, korporasi yang merusak lingkungan akibat produksi tidak akan diperbolehkan untuk beroperasi karena berakibat fatal terhadap lingkungan.
3 People (Stakeholder)
People juga salah satu indikator
Korporasi dikatakan sukses karena menimbang perlakuan perusahaan terhadap stake holder [3] (pemangku kepentingan). Ketika
korporasi memberikan kepedulian terhadap karyawan, masyarakat, maka stake holder pun akan berusaha melakukan yang
terbaik akibat pengayoman dan perhatian yang menjadikan karyawan memperoleh
kenyamanan. Maka akan terjadi titik dimana kepedulian perusahaan bertemu dengan
kenyamanan stake holder,
hal inilah yang menyebabkan perusahaan terus berkembang dan akan mencapai level of happiness (Kesejahteraan).
Isu yang kemudian hangat diperbincangkan adanya korporasi ataupun perusahaan yang kemudian bergerak dalam memproduksi berbagai komoditas dengan tidak mengacu kepada Syariah Islam dan hanya mementingkan individu (Self Interest). Penulis tidak bermaksud mengkritisi para Stakeholder melainkan untuk mengkaji produksi dalam bingkai Barokah dengan upaya memitigasi kejadian yang menguntungkan segelintir orang dan dalam waktu yang bersamaan merugikan banyak pihak dalam korporasi.
Isu yang kemudian hangat diperbincangkan adanya korporasi ataupun perusahaan yang kemudian bergerak dalam memproduksi berbagai komoditas dengan tidak mengacu kepada Syariah Islam dan hanya mementingkan individu (Self Interest). Penulis tidak bermaksud mengkritisi para Stakeholder melainkan untuk mengkaji produksi dalam bingkai Barokah dengan upaya memitigasi kejadian yang menguntungkan segelintir orang dan dalam waktu yang bersamaan merugikan banyak pihak dalam korporasi.
Realita yang terjadi dalam korporasi tidak jarang ditemukan berproduksi dengan menghalalkan segala cara yang kemudian berimbas kepada khalayak ramai. Kesemuanya itu terjadi karena oknum yang tidak lagi memperhitungkan barokah dalam kegiatan produksinya. Permasalahan-permasalahan didasari oleh perilaku oknum yang hedonisme (hubbud dunya).
Barokah secara terminologi diartiakan Ziyadatul khair[4],
yakni “ bertambahnya kebaikan”. Ketika barokah dijadikan sebagai bingkai
Korporasi untuk melakukan kegiatan produksi maka potensi yang menghancurkan dan
merugikan banyak orang tentunya tidak akan terjadi karena Barokah telah menjadi
koridor ataupun batasan produksi. Hal ini sejalan dengan Islamic Worldview yang termaktub dalam terjemahan “ Jika sekiranya
penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi”(Surah Al-Araf :96). Dalam skema produksi yang mendapatkan barokah yang
dimaksud adalah, yakni:
.
1. Bahan Input
Adalah
bahan yang digunakan dalam memproduksi terlepas dari Maysir, Gharar dan Riba,
seperti illegal logging dalam pembuatan
kertas.
2. Aktivitas Produksi
Adalah
proses kegiatan yang produksi yang tidak merugikan orang lain dan lingkungan
seperti dalam konsep Triple Bottom Line.
3. Output (Barang dan Jasa)
Adalah
hasil dari produksi yang tentunya bermanfaat untuk konsumen.
Produksi
dalam bingkai barokah merupakan stimulus untuk korporasi ataupun Individu yang
akan melakukan kegiatan produksinya dengan pertimbangan Syariah Islam.
Pemecahan permasalahan berbagai produksi yang berkutat pada harus untung perlu ditinjau
ulang dalam pergeseran paradigma (Shifting
Paradigm) dengan upaya maslahat dan kepentingan bersama untuk mencapai falah (kesejahteraan dunia dan akhirat).
[1]
Max Weber, The protestant Ethic and the
sprit of capitalism (London: George Allen & unwin., 1976)
[2]
Muhammad Syafi’I Antonio, Islamic Banking dari teori ke praktik (Jakarta, 2001)
[3] Stake holder (pemangku kepentingan)
adalah orang
yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung kepada korporasi, Dr
Yodfiatfinda, 2013
[4]
Imam Al Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf,
hal 79.